Kabupaten Tangerang (MKNews)-Kisruh dugaan jual beli tanah wakaf milik Perguruan Mathla’ul Anwar (MA) Buaranjati Sukadiri, Kabupaten Tangerang, terus jadi polemik. Meski sudah ditangani Pengurus Wilayah Mathla’ul Anwar (PWMA) Provinsi Banten dan berakhir dengan dikeluarkannya surat keputusan penon-aktifan Ketua Perguruan setempat, namun sejumlah tokoh MA mengaku kurang puas.
Diketahui, untuk menuntaskan kasus tersebut, Ketua Dewan Penasehat Perguruan MA Buaranjati, Prof. Dr. H. Burhadi, MM, selaku Nadzir, membuat surat kuasa resmi kepada Tim Khusus. Tim berisi para tokoh dan alumni yang peduli terhadap eksistensi MA.
Ketua Tim, Suhandi Sudarnoto, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya pendalamam dan penanganan di lapangan. Kasus ini menurut dia harus segera dituntaskan demi menjaga maruah Perguruan MA Buaranjati di tengah masyarakat.
“PBMA (Pengurus Besar Mathla’ul Anwar) harus segera turun tangan, karena kebijakan PWMA Provinsi Banten kami anggap belum berkeadilan dengan hanya menon-aktifkan Ketua Perguruan,” tegas Suhandi kepada awak media, Sabtu (16/3/2024) malam, usai menggelar rapat tim yang dihadiri langsung Ketua Dewan Penasehat Perguruan.
Suhandi membeberkan kronologis sederhana bagaimana kasus tersebut sampai ditangani PWMA. Menurut dia, setelah dilakukan investigasi di lapangan, Tim menyimpulkan adanya dugaan penjualan tanah wakaf secara terorganisir dan terstruktur.
Atas temuan tersebut dan semakin mencuatnya kasus, tim melakukan langkah-langkah salah satunya dengan membuat surat pemberitahuan secara organisasi kepada PWMA, lalu PWMA melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait.
“Setelah surat dan bukti-bukti dipelajari, selanjutnya Tim Investigasi bentukan PWMA menyimpulkan bahwa yang dilakukan itu sudah terindikasi melakukan pelanggaran tindak pidana karena dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,” paparnya.
Sebelumnya, kata Suhandi, ketika dugaan upaya penjualan tanah wakaf mencuat, ada upaya mengubah strategi dengan cara ruislag. Terduga pelaku dan pembeli lalu mendatangi nadzir agar bersedia menandatangani, namun nadzir yang tak lain Ketua Dewan Penasehat Perguruan MA saat ini, tidak mau tanda tangan meski ditawarkan sejumlah uang hingga ratusan juta rupiah.
“Bahkan dalam laporan keuangannya, tercantum biaya membuat surat ruislag senilai Rp50 juta kepada Kasi Wakaf Kemenang Kabupaten Tangerang. Kami pun langsung menyurati Kepala Kemenag secara resmi agar proses ruislag tidak dilanjutkan. Setelah itu pihak Kemenag memanggil kami untuk mengklarifikasi,” jelasnya.
Ditanya mengapa muncul desakan agar PBMA turun tangan padahal sudah keluar SK PWMA menon-aktifkan Ketua Perguruan, Suhandi mengaku pihaknya memandang PWMA tidak serius menangani dan menyelesaikan sengketa wakaf tersebut. Hal mengejutkan juga ditunjukkan melalui SK yang dibacakan PWMA di depan tim khusus dan tercantum dalam berita acara, yang berbunyi memberhentikan sementara pengurus Perguruan MA Buaranjati.
“Tapi kenyataannya, SK resmi dinanti-nanti tak kunjung keluar dengan alasan masih direvisi. Saat SK keluar, ternyata hanya memutuskan non aktif Ketua Perguruan saja. Kami langsung meminta klarifikasi terkait perubahan kebijakan tersebut namun tak kunjung terjawab,” ungkapnya.
Di sisi lain, kata Suhandi, oknum yang dinon-aktifkan juga sampai saat ini masih ‘klayar-kluyur’ di perguruan dan masih bertindak mengarahkan seperti layaknya ketua aktif.
“Inilah yang menurut kami yang menjadi alasan mengapa kasus ini harus segera dituntaskan, dan PBMA wajib turun tangan langsung menyelesaikannya sebelum kami membawa kasus ini ke jalur hukum. Pengurus Perguruan harus diberhentikan secara permanen dan dibentuk pengurus baru agar semua persoalan tuntas,” pungkasnya.
Sementara itu di tempat yang sama, Ketua Dewan Penasehat Perguruan MA Buaranjati, H. Burhadi, mengungkapkan bahwa kasus ini akan berimbas pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Perguruan MA Buaranjati jika tidak segera dituntaskan.
“Setelah ketua perguruan non aktif, PWMA menunjuk Plh (Pelaksana harian ketua, red), tapi tidak ada langkah menyelesaikan persoalan sebenarnya. Bahkan dari 103 guru dan kepala sekolah, sudah 70 orang yang menandatangi ketidaksetujuan terhadap adanya Plh, jumlah ini akan diprediksi terus bertambah,” ungkapnya.
“Kita berharap ada itikad baik dari pihak-pihak yang terlibat, dan ada upaya lebih konkret dari pengurus di tingkat wilayah dan pusat untuk menyelamatkan Perguruan MA di sini,” harap mantan Ketua Perguruan MA tiga periode tersebut. (red)