Kenaikan Harga Beras di Lebak Dinilai Tidak Wajar

oleh -15 Dilihat

Lebak (MKNews)-Harga beras di pasar Rangkasbitung dinilai sudah tidak wajar, karena harga beras premium yang biasa dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah sudah mencapai Rp 18 ribu perliter. Sehingga, warga memilih beralih mengkonsumsi beras yang lebih murah imbas harga beras premium yang terus tidak terkendali.

“Buat apa ada Bulog dan Dinas perdagangan, jika tidak bisa mengendalikan harga beras yang sudah melambung sangat tinggi dan tidak wajar,” kata Aditya warga Kecamatan Rangkasbitung, kepada Wartawan di Pasar Rangkasbitung, Selasa (20/02/2024).

Aditya mengaku, memilih beras yang lebih murah, karena harga beras premium yang sudah menembus Rp 18 ribu per liter membuat para ibu rumah tangga harus pintar memutar otak membagi jatah untuk kebutuhan dapur.

“Biasanya saya beli yang premium. Tapi terus naik hingga Rp 18 ribu yang sebelumnya Rp 15 ribu, saya jadi beli beras yang biasa saja agar bisa membeli yang lainnya,” ujarnya.

Dia berharap pemerintah bisa turun tangan supaya kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat itu tidak terus merangkak naik dan mencekik masyarakat menengah kebawah.

“Semoga bisa kembali murah, soalnya lebih enak beras premium dibandingkan beras biasa,” tuturnya.

Haji Ujang, seorang pedagang beras di Pasar Rangkasbitung mengaku, naiknya harga beras karena tingginya permintaan namun ketersediaan yang sedikit. Hal ini disebabkan musim kemarau yang terjadi pada tahun 2023. Bahkan, kenaikan beras terus mengalami kenaikan setiap pekannya.

“Pas Minggu kemarin harganya masih Rp 15 ribu, tapi sekarang sudah Rp 18 ribu per liter,” ungkapnya.

Lanjutnya, harga beras biasa atau KW II Rp 15 ribu per liter. Ia mengakui, banyak pembeli yang beralih ke beras lebih murah harganya.

“Pembeli banyak yang ngeluh karena harga beras premium terus naik. Ya akhirnya banyak pembeli yang beralih ke beras biasa,”katanya.

Yani, Kabid Perdagangan Disperindag Lebak Yani menyampaikan, stok beras berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) diperkirakan sedang mengalami defisit sebesar 2,7 juta ton pada periode Januari-Februari 2024.

“Situasinya sedang dapat tekanan dari produksi, sebagian petani kita telat tanam, baru Januari tanam,” ucap Yani.(ko/red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.